Suara sirine yang bergemuruh dengan tiba-tiba, sontak mengejutkan seluruh warga madrasah. Terlebih ditambah dengan teriakan, “Berlindung di kolong meja!” membuat anak-anak yang sedang belajar itu langsung tiarap di bawah meja. Sebentar kemudian terdengar lagi teriakan, “Kumpul di titik kumpul evaluasi!” Maka dengan tertib satu per satu anak tanpa dorong-dorongan dan desak-desakan menuruni tangga madrasah dari lantai ketiga, ke lantai dua, dan berakhir di halaman madrasah.
Ya, itulah suasana simulasi mitigasi bencana yang menegangkan tetapi masih tetap tertib dan teratur di Madrasah Ibtidaiyah yang berlangsung selama dua hari Selasa (18/2) dan Rabu (19/2). Aksi Cepat Tanggal (ACT) Indonesia Cabang Malang yang selama ini menjadi garda terdepan dalam membantu korban bencana bersama Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) membantu pelaksanaan mitigasi bencana di madrasah ini. Sebelum acara dimulai setiap kelas dan gurunya diberikan penjelasan dari para relawan dengan beberapa video tentang cara menyelamatkan dari bencana dan juga video motivasi yang menyentuh. Selama 2 hari para relawan yang berjumlah empat orang ini memulai acara dari pukul 10.00 hingga 12.00 WIB.
Seperti diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana. Indonesia dilewati 3 lempeng besar dunia antara lain: Lempeng Eurasia, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik yang sewaktu-waktu saling menekan satu dan yang lain. Tidak hanya itu, Indonesia juga dilewati ring of fire (cincin gunung berapi) mulai dari ujung Sumatera, Selatan Jawa, hingga ke Nusa Tenggara dan Maluku. Maka pembelajaran tentang mitigasi bencana merupakan hal penting yang harus dilaksanakan kontinyu di sekolah/madrasah. Terlebih menurut BNPB, wanita dan anak-anak berisiko 14 kali lebih banyak menjadi korban saat bencana, sehingga kurikulum mitigasi bencana diwacanakan masuk dalam kurikukum pendidikan.
Dari pembelajaran mitigasi bencana yang dilakukan oleh ACT dan MRI, terdapat beberapa hal penting yang musti dilakukan jika gempa terjadi. Pertama, masuk ke kolong meja untuk keselamatan diri. Kedua, segera setelah gempa pertama usai langsung menuju ke tempat titik kumpul evakuasi karena gempa susulan biasanya langsung terjadi beberapa saat setelah gempa pertama muncul. Selanjutnya hal-hal yang perlu dihindari adalah tembok tinggi, tiang listrik, jendela berkaca, dan almari karena bisa jadi material dari benda tersebut jatuh dan mengenai tubuh.
Pentingnya simulasi mitigasi bencana membuat MIT Ar-Roihan bertekad melakukan pembelajaran tersebut setiap tahun. Jika pembelajaran mitigasi bencana dilakukan secara berulang, anak-anak MIT Ar Roihan akan tanggap dan paham bagaimana bersikap jika suatu saat ada bencana yang tidak diinginkan terjadi. Demikian seorang relawan ACT menjelaskan.