Berangkat dari Kademangan, Blitar pukul 02.00 WIB dini hari. Begitu pengakuan dari rombongan peserta study banding dan observasi dari MI Miftahul Ulum Blitar yang dipimpin kepala madrasahnya, Ustadz Soddiq Fajar. Rombongan pun datang lebih awal di MIT Ar Roihan pada pukul 06.30 WIB dan disambut panitia yang sudah stand by di tempat.
Peserta study banding dari Blitar yang berjumlah 20 orang guru ini kemudian dikumpulkan di kelas 2 Seville untuk diberi penjelasan dan pemaparan tentang profil Ar Roihan serta madrasah inklusi oleh Kepala MIT Ar Roihan. Dalam penjelasannya, Ibu Lailil Qomariyah memotivasi untuk madrasah berani membuka sekolah inklusi yang pada mulanya memang terasa berat. Tetapi bila sudah ada niat dan keinginan kuat untuk terus belajar, madrasah inklusi bukan hal yang tak mungkin untuk diaplikasikan.
Selanjutnya peserta observasi disilahkan melihat bagaimana peserta didik berkebutuhan khusus di MIT Ar Roihan belajar. Didampingi oleh Waka Humas, Koordinator Inklusi, serta Waka Sarpras, dan kepala Madin Ar Roihan, peserta observasi menuju ke ruang sumber di mana ABK mendapat treatmen dan terapi. Juga ke dalam kelas-kelas yang selalu ada ABK belajar di sana, baik satu atau dua anak.
“Kami sangat terharu melihat di Ar Roihan sudah benar-benar membuka diri menjadi sekolah inklusi dengan berbagai macam jenis ABKnya. Sedangkan kami berpikir bahwa ABK yang ada di kelas hanya yang slow learner saja,” demikian ungkap seorang guru MI Miftahul Ulum.
Peserta study banding dan observasi pun tak kuasa menitikkan air mata saat anak-anak berkebutuhan khusus menampilkan sebuah lagu di hadapan mereka. Bahwa anak ABK perlu mendapat pendidikan setara dan mampu juga untuk berkreasi memang menjadi kepedulian di Ar Roihan.
Pada kesempatan itu juga, lembaga MI Miftahul ulum mengundang kepala madrasah Ar Roihan untuk lebih membimbing mereka dalam menjadikan madrasahnya menjadi madrasah inklusi yang berkualitas.
